Jumlah wisatawan yang mengunjungi kawasan Yogya dan sekitarnya memang masih belum mengunguli Bali. Yogya masih di bawah bali dalam keberhasilan mendatangkan turis, dengan jumlah wisatawan sebanyak 13,3 juta per tahun di tahun 2018 (sementara Bali sudah mencapai 15 juta wisatawan per tahun). Jika di Bali porsi jumlah wisatawan asingnya mencapai 39% ; di Yogya wisatawan asing hanya mencapai 3% saja. Artinya, Yogya dan sekitarnya lebih banyak dikunjungi oleh wisatawan domestik. Jika di lihat lebih jauh, dari pengunjung domestik ke Yogya tersebut, 42% dikategorikan sebagai pelancong (excursionist) dan bukan tourist, karena tidak menetap di kawasan wisata lebih dari 24 jam.
Melihat pola wisatawan seperti di atas, investasi yang diprediksi akan masuk kekawasan BYP adalah investasi yang berkaitan dengan kunjungan di bawah 24 jam. Taman-taman hiburan, fasilitas olah-raga, obyek wisata budaya, obyek wisata religi, obyek wisata alam dan pertanian, desa-desa wisata adalah bentuk investasi yang menjajikan keuntungan yang baik.
Dengan keberadaan kegiatan P3TB yang memperbaiki fasilitas infrastruktur, kawasan Borobudur, Yogya dan Prambanan membutuhkan pula investasi swasta seperti:
Perlu juga dicatat di sini tentang “terhadangnya” upaya swasta untuk membangun fasilitas transportasi “cable car” atau kereta gantung di kawasan Borobudur. Sebenarnya fasilitas tersebut dapat saja dibangun asalkan berada di luar kawasan terbatas World Heritage Borobudur. UNESCO, selalu mengingatkan bahwa suatu situs warisan dunia haru mematuhi Standar Nilai Universal yang sudah disepakati di seluruh dunia. Namun, investasi kereta gantung masih dapat dilakukan untuk kawasan Bukit Menoreh atau lokasi lain yang juga menarik.